Self-Love Movement: Hidup dengan Rasa Syukur

Self-Love Movement: Hidup dengan Rasa Syukur

Di tengah tekanan sosial, tuntutan kerja, dan perbandingan di media sosial, lahir sebuah gerakan baru bernama self-love movement. Gerakan ini menekankan pentingnya mencintai diri sendiri dan hidup dengan rasa syukur.

Self-love bukan sekadar tren, melainkan bentuk kesadaran bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan fisik. Generasi muda, terutama Gen Z, mulai memprioritaskan kebahagiaan pribadi dibanding standar sosial yang kaku.

Gerakan ini memengaruhi berbagai aspek hidup. Dari fashion yang lebih inklusif (body positivity), pola makan sadar, hingga aktivitas harian yang menekankan mindfulness.

Keunggulannya jelas: orang yang mempraktikkan self-love cenderung lebih sehat secara emosional, percaya diri, dan punya hubungan sosial lebih baik.

Namun, ada kritik bahwa self-love kadang dipelintir menjadi dalih egoisme. Tidak sedikit orang yang salah menafsirkan gerakan ini dengan menolak tanggung jawab atau hanya mementingkan diri sendiri.

Meski begitu, inti dari self-love adalah keseimbangan: menghargai diri, tapi juga tetap peduli dengan orang lain.

Banyak komunitas kini mendorong praktik sederhana seperti jurnal syukur, meditasi, hingga membatasi konsumsi media sosial agar tidak terjebak perbandingan.

Gerakan self-love adalah refleksi bahwa manusia modern butuh jeda, ruang aman, dan penerimaan diri di tengah dunia yang serba cepat.

Mencintai diri sendiri bukan berarti berhenti berkembang, melainkan fondasi untuk hidup lebih sehat, damai, dan penuh makna.